Widget HTML Atas

Perkawinan Adat Batak



Setiap kali saya pulang ke rumah dan bertemu dengan bapak. Ia kerap bercerita tentang berbagai macam tarombo, adat, dan segala hal tentang kebudayaan Batak. Hal itu wajar, karena saya adalah anak terakhir alias siappudan. Sempat terfikir juga, this is not important tetapi seiring waktu saya mulai sadar bahwa budaya itu penting. Orang beragama belum tentu berbudaya tetapi orang berbudaya itu pasti beragama. J
Kali ini saya ingin membahas tentang kebudayaan batak mengenai “Prosesi Adat Perkawinan”, sehubungan dengan usia yang sudah menginjak kepala dua dan sepertinya semakin dengan dengan sub kebudayaan Batak yang satu ini. Hehehe
Sebelumnya, akan lebih afdol bila anda tahu tentang prinsip hidup orang batak yakni “Dalihan Na Tolu” secara harfiah berarti Tungku Nan Tiga. Prinsip ini menjadi tuntunan didalam pola kehidupan dan adat istiadat Batak termasuk didalam hal mencari pasangan hidup. Dalihan Na Tolu terdiri dari: 1) Somba Marhula-Hula, 2) Elek Marboru, 3) Manat Mardongan Tubu.
Martandang
Dulu, di zaman sebelum modernisasi ikut campur dan membuat dunia menjadi one village. Martandang adalah salah satu kewajiban pokok bagi lelaki cukup usia untuk bertemu dengan gadis yang ditaksirnya. Bukan main-main lek!! Si lelaki harus pasang keberanian 45 karena martandang harus dilakukan di rumah sang wanita dan diawasi oleh orangtua. Itu berarti tak ada kesempatan untuk melakukan sesuatu hal yang diinginkan. Jika hendak membawa sang gadis keluar rumah maka harus dapat izin dulu dari orantua dan biasanya diberi batasan waktu misalnya sampai jam 10 malam. J
Sekarang sudah bertolak belakang, gak cewek gak cowok martandangnya ditempat yang gelap-gelap. Parahnya lagi ni lek! Ada cewek yang keluar rumah pake sembunyi-sembunyi karena tak dikasi izin sama amang parsinuan dohot inang pangitubu (Bapak/Ibu). Cabe cabean mungkin yak. :D
Domu – Domu
bila sang lelaki dan sang wanita merasa mereka sudah klop alias comfort, maka keduanya kemudian akan memberitahukan kepada orangtua masing-masing. Untuk mensakralkan maka pihak lelaki mengutus beberapa orang untuk menemui keluarga sang wanita alias Domu-Domu. Domu berasal dari bahasa batak yang berarti damai atau akur, pengulangan kata mendeskripsikan bahwa dalam upacara ini terdapat dua pihak keluarga(Keluarga Lelaki dan Keluarga Perempuan) yang bertujuan untuk menyatukan persepsi dan keinginan kedua insan berbeda jenis tersebut, intinya upacara ini adalah sebuah proses melamar tahap awal. Domu-domu merupakan lanjutan setelah Martandang,
Manjalo Tanda
Manjalo Tanda berarti menerima tanda, hal ini dilakukan bila orangtua sang wanita (Parboru) menerima lamaran dari pihak sang lelaki (Paranak). Istilah paranak dan parboru merupakan bagian dari Dalihan Natolu, dalam upacara perkawinan istilah ini hanya dapat digunakan bila Domu-Domu berjalan dengan lancer bebas tanpa Hambatan. Nah kita kembali lagi membahas Manjalo Tanda. Manjalo tanda adalah kegiatan tukar menukar barang antara pihak keluarga lelaki dan pihak keluarga perempuan.
Dulu nih, pihak lelaki biasanya memberikan keris atau pisau sedangkan pihak perempuan memberikan ulos (tenunan khas batak), namun sekarang sudah semakin simple, biasanya kedua sang calon pengantin cukup hanya dengan bertukar cincin, lagi lagi masalah modernisasi yang memaksa manusia untuk hidup secara instan atau efek masuknya budaya asing, who knows?  :D
Marhata Sinamot
Biasanya disini nih yang ricuh. :D. Marhata sinamot dilakukan bila Manjalo Tanda sudah terlaksana. Marhata Sinamot adalah proses tawar menawar biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pria kepada keluarga wanita agar sang pengantin wanita dapat diboyong. Parhata Adat (Orang yang mumpuni dibibidang adat istiadat batak serta cakap berbicara) baik dari keluarga pria dan wanita biasanya bertolak belakang. Sang keluarga pria ingin biaya yang dikeluarkan relatif terjangkau sedangkan keluarga wanita ingin keluarga pria mengeluarkan biaya yang besar. Kedua keluarga baik dari lelaki dan perempuan biasanya berpedoman pada beberapa hal untuk menetapkan harga sinamot mulai dari pendidikan, pekerjaan, usia, status sosial, dan masih banyak lagi. Namun yang paling dominan adalah Pendidikan dan Pekerjaan. Lelucon tentang Sinamot banyak sekali, hal ini sehubungan dengan efeknya yang memang sangat krusial. Bayangkan saja, sebuah pernikahan tak akan berlangsung bila masing-masing dari kedua belak pihak keluarga tidak menemukan titik temu dalam menetapkan harga Sinamot. Ada beberapa kasus dimana sang pria dituntut memberikan sinamot dengan jumlah biaya diluar dari kemampuan finansialnya akan tetapi ada pula kasus dimana keluarga sang pria tidak mau memberikan harga sinamot karena tidak sesuai dengan kredibilitas sang wanita. Macam milih calon DPR iya kan. Hadeeeh…. :D.
 Martuppol
Apabila Marhata Sinamot telah usai dan berjalan lancar. Maka si wanita calon pengantin sudah bisa dibawa alias diboyong ke tempat sang calon pengantin pria. Eits……!! Tetapi sang wanita tidak boleh tidur dirumah sang pria sebelum pernikahan selesai. Jadi dimana? Wanita hanya diperbolehkan tidur dirumah pangamai. Apa pula itu Pangamai?, pangamai merupakan orangtua angkat sementara sang wanita yang mana kedua memiliki persamaan marga. Pangamai dihunjuk oleh keluarga dari pihak lelaki yang mereka anggap mampu sebagai orangtua angkat sementara bagi calon menantu wanita mereka. Martuppol diadakan oleh keluarga sang lelaki untuk menyambut kehadiran sang wanita. Biasanya dihidangkan berbagai macam makanan adat dan turut pula diundang kerabat dekat pihak lelaki. Setelah itu dilanjutkan dengan pernikahan sesuai dengan agama/kepercayaan yang dihadiri oleh kedua belah pihak keluarga (Paranak dan Parboru). Bila acara pemberkatan penikahan agama telah terlaksana maka upacara adat pun dilanjutkan. Upacara adat ini dinamai “Mangadati” yang membutuhkan biaya cukup besar sebesar bus pariwisata 60 seat. Jadi bila keluarga sang lelaki tidak sanggup melaksanakan “Mangadati” maka keluarga dari pihak perempuan tidak boleh hadir selama proses pernikahan hingga akhir. L
Ribet ya? Banget. Hehehe…… Point-point diatas adalah prosesi pernikahan dalam adat Batak yang masih dipegang teguh sampai saat ini. Sebenarnya masih banyak hal-hal yang bersangkut paut dengan pernikahan ditengah-tengah masyarakat batak namun karena jumlahnya yang begitu banyak, maka saya akan mengulasnya satu persatu. J
Salam Budaya…. !!!