Widget HTML Atas

Museum Pusaka Karo - HTM, Koleksi, Sejarah & 5 Fakta Menarik

Karo sebagai suku etnis menyimpan riwayat cukup panjang. Hal itu tertuang dalam berbagai wujud benda klasik bernilai sejarah yang masih dapat dinikmati. Rekomendasi tempat untuk melihat peninggalan tersebut adalah Museum Pusaka Karo yang berada di Berastagi.

Sesuai dasar identitasnya, Museum Pusaka Karo menjadi gedung kolektif yang difungsikan seoptimal mungkin untuk sarana informasi publik. Tak akan menyesal mengunjungi museum di Berastagi yang dibuka sejak tahun 2013 tersebut, karena selain bisa memperluas wawasan, biaya masuk ke dalam juga lebih murah dari segelas kopi.

Museum Pusaka yang terletak di Karo ini merupakan wahana khusus untuk memamerkan pusaka warisan leluhur. Pengunjung tidak hanya akan disuguhkan suasana tentang budaya lokal yang menarik untuk dipelajari, tetapi juga beragam koleksi benda unik dan langka.

Museum Pusaka Karo

Sebelum berwisata ke museum dengan nama populer "Museum Pusaka" ini, simak pedoman dan ulasan detail yang telah dihimpun Pariwisata Sumut meliputi lokasi, tiket masuk dan sejarah yang menyertainya.

Harga Tiket Masuk (HTM)

Pengunjung yang ingin menikmati pesona museum Karo ini tidak perlu mengeluarkan biaya tiket masuk. Soalnya, tempat wisata ini digratiskan. Kecuali ingin memberikan donasi secara sukarela agar keberlangsungan museum tetap aktif. Terdapat sebuah kotak di salah satu sudut ruangan.

Jam operasional berlangsung selama 8 jam. Mulai dari pukul 08:30 pagi dan tutup pukul 16:30 setiap hari, dari senin sampai hari sabtu. Kecuali minggu, tempat ini diliburkan.

Sejarah Museum Pusaka Karo

museum pusaka karo
museum pusaka karo - foto: lukasz oio/google map
Sebetulnya, gedung museum Karo yang dipakai saat ini adalah bekas Gereja Katolik Santa Maria. Bangunan itu sengaja dihibahkan setelah muncul ide seorang Pastor Belanda yang tertarik untuk ikut melestarikan kebudayaan Indonesia setelah tinggal di Tanah Air selama 40 tahun lebih.

Adapun sosok yang menggagas sekaligus sosok pendiri dari museum yang kebanggaan suku Karo adalah Pastor Katolik Leo Joosten Egidius. Kendati museumnya baru diresmikan oleh Kementerian Pariwisata Indonesia (dulu Kemenparekraf) pada 9 Februari 2013. Namun sebenarnya, puluhan tahun sebelum itu, Leo Joosten Egedius sudah mulai mengumpulkan sederet koleksi.

Pada masa selanjutnya, museum dikelola secara swasta sedangkan petugas atau penjaga museum keseluruhannya ialah warga lokal. Gedung ini belum pernah direnovasi, hanya diperbaiki dari struktur warna bangunan sedangkan wujud awalnya tetap dijaga hingga sekarang.

Ruangan di Museum Pusaka Karo tidaklah terlalu luas, bahkan cenderung kecil dengan ukuran 8×10 meter dan hanya terdiri dari 2 lantai. Walaupun terlihat padat dan sempit, benda-benda yang dipamerkan di sini tetap tersusun rapi.

Koleksi

museum pusaka karo
800 buah peninggalan kuno menjadi koleksi di museum karo/foto: aldi noverius/google map
Hingga 2020, koleksi penting di Museum Pusaka Karo adalah 800 buah benda antik yang berasal dari tahun 1700-an. Seluruh koleksi yang menjadi daya tarik utama tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa kategori umum, yakni:

1. Koleksi Teknologika
Berupa barang-barang yang dahulu dipakai oleh etnis Karo dalam hal kelangsungan hidup mereka, seperti alat pertanian, alat pertukangan dan alat berburu pada periode tertentu. Contohnya amak mbelang dan amak cur, sejenis tikar yang dianyam. Terdapat juga kudin (periuk) mbelang, tempat sirih, nutu lesung dan baka tutup.
2. Koleksi Etnografika
Di museum ini, dipamerkan benda-benda yang ada kaitannya dengan kultur masyarakat setempat berupa pakaian adat, tongkat paranormal yakni tungkat malaikat dan beragam perhiasan tradisional seperti padung-padung, gundala-gundala dan kalung.
3. Koleksi Arkeologi
Hampir 80% koleksi di sini berupa peninggalan arkeologi yang ditinggalkan oleh leluhur secara turun-temurun. Benda tersebut bisa juga dikelompokkan ke dalam koleksi seni, seperti gendang singindungi, kulcapi, kala katil, buli-buli, pinggan pasu dan naga marsarang.
4. Koleksi Filologika
Mencakup karya sastra maupun linguistik yang bersumber dari buku-buku Karo di zaman pra modernisasi. Misalnya buku yang ditulis dengan aksara lokal yang dikenal dengan gelar pustaka lak-lak.

Dari 800-an koleksi istimewa yang dimiliki oleh museum di Karo ini, hanya 600 buah koleksi saja yang dipamerkan ke publik sedangkan 200 lagi sisanya, disimpan karena terbatasnya daya tampung ruangan.

Lokasi

Alamat Museum Pusaka Karo dapat ditemukan di Jalan Perwira, Gundaling I, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara 22152.


Akses ke lokasi tersebut dapat dijangkau dengan kendaraan umum karena posisinya tepat di pinggir jalan raya. Tak jauh dari Pasar Buah dan Tourist Information Center. Nah, biar lebih akurat, gunakan petunjuk pada peta yang telah kami sematkan di atas ya.

Fakta Menarik

museum pustaka karo
museum karo - foto: jusup sukatendel/googlemap
Yap, satu hal yang mendasari wisatawan berkunjung ke Museum Pusaka Karo ialah fakta menarik yang mengiringi perjalanan museum ini sendiri, sehingga bukan wisata alternatif semata. Supaya kalian lebih tertarik.

Museum ini disebut Museum Pusaka karena koleksi di dalam memang khusus memamerkan benda-benda bersejarah yang rata-rata merupakan peninggalan etnis Karo pada abad ke-18. Sesuai asalnya, sebagian besar benda museum bersumber dari masyarakat yang menyumbangkan koleksi pribadi mereka kepada pengelola museum. Karenanya, benda-benda itu bersifat temporer, kapan saja bisa diambil pemilik.

Tujuan dibangunnya museum Karo ini semula untuk mengenalkan sekaligus memamerkan kebudayaan. Namun, seiring berjalannya waktu, tak sedikit juga mahasiswa dari berbagai penjuru mengadakan penelitian di museum tersebut.

Karena biaya masuknya gratis, dana operasional berasal dari sumbangan atau donasi dari tokoh-tokoh yang menaruh perhatian terhadap pelestarian budaya. Bahkan, tak sedikit juga donatur tersebut datang dari warga luar negeri, lho!

Di museum ini, kalian akan menjumpai pustaka lak-lak yang ditaksir sudah berumur 400 tahun lebih. Usut punya usut, ternyata benda klasik itu dicari langsung oleh Pastor Joosten Leonardus Egidius di negara Belanda dan membawanya pulang ke Indonesia.

Tak jauh berbeda dengan museum lainnya di Sumatera Utara, pengunjung museum didominasi turis mancanegara, terutama Jerman, Belanda, Singapura dan Malaysia. Padahal, obyek wisata ini asik banget dijadikan tempat menambah wawasan kebudayaan lho!