Widget HTML Atas

Sejarah Tari Toping-Toping dari Simalungun

Pernah mendengar Simalungun? sebuah kabupaten sekaligus suku di Sumatera Utara. Simalungun memiliki keindahan alam mempesona dan yang tak kalah menarik adalah kebudayaannya. Tari Toping-Toping merupakan kesenian khas tradisional, ritual budaya Simalungun dari masa ke masa.

Event Pesta Roddang Ni Huta, perhelatan di Simalungun yang hanya diadakan satu kali dalam setahun, menampilkan khasanah 7 unsur kebudayaan suku Simalungun. Diadakan secara reguler, Pesta Rondang Ni Huta diharapkan menjadi wadah bagi kelestarian dan publikasi terkait kebudayaan Simalungun.

Satu yang menarik dan selalu ditampilkan di setiap even Pesta Rondang Ni Huta adalah Toping-Toping Simalungun, sebuah ritual duka cita yang biasanya hanya dilakukan oleh keluarga kerajaan di Simalungun. Ada empat marga asli Simalungun, dikenal dengan istilah Sisadapur yakni Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba. Keempat marga di tanah Simalungun ini merupakan kerajaan besar pada zaman dulu kala,

Perlengkapan Toping-Toping Simalungun terdiri melambangkan 3 simbol utama yang memiliki makna dan nilai tersendiri yakni:
Topeng Dalahi
Topeng menyerupai wajah pria ini harus juga dikenakan oleh seorang pria.
Topeng Daboru
Topeng menyerupai wajah seorang perempuan yang sama halnya dengan topeng dalahi, topeng ini harus dikenakan oleh seorang perempuan.
Huda-Huda
Menyerupai paruh Burung Enggang, dibentuk menggunakan jalinan kain. Huda-huda dipercaya sebagai penghantar roh orang yang sudah meninggal ke hadapan Dibata.
Proses ritual Toping-Toping Simalungun dimulai dari pukulan alat musik tradisional Simalungun dengan berbagai ritme. Topeng Dalahi dan Topeng Diboru kemudian masuk sambil menari, pakaian yang dikenakan juga berbeda, Penari Topeng Di Boru menggunakan pakaian berwarna merah, hitam dan putih bercorak horizontal sedangkan Penari Topeng Dalahi mengenakan atasan pakaian berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam.
Baca: Keren, Inilah 9 Tempat Wisata di Takengon dan Aceh Tengah
Prosesi kemudian dilanjutkan dengan kehadiran seorang atau beberapa orang yang memiliki kemampuan bernyanyi namun dengan suara sedih/memilukan. Kemampuan tersebut biasanya membuat orang-orang sampai meneteskan airmata karena terdengar begitu menyayat hati. Ada sedikit kesamaan antara nyiden dengan kegiatan ini, hanya saja Toping-Toping memang diadakan khusus di acara duka. 

Kehadiran Pesta Rondang Ni Huta setidaknya bisa kembali menghidupkan kebiasaan/tradisi budaya lampau yang semakin hari semakin tidak terdengar. Kepedulian dan keinginan untuk tahu akan sangat membantu kelestarian budaya yang kita miliki sehingga kelak anak dan cucu-cucu kita juga dapat mempelajarinya. Salam Peduli Pariwisata Sumut ( Lia N )