Widget HTML Atas

Kawah Putih Tinggi Raja di Simalungun



Jam 08 lewat, sebuah mobil berisikan keluarga besar Traveling Medan Comm bergerak menuju salah satu destinasi wisata di kabupaten Simalungun. Sebenarnya ada dua mobil, namun karena beberapa hal akhirnya mobil kedua berangkat pukul 10 pagi.
Disepanjang perjalanan kami tak berhenti menikmati pemandangan hijau. Pohon sawit PTPN yang mencakup areal perkebunan terlihat begitu apik. Memberi kesan tersendiri akan pengelolaannya yang sepertinya sangat professional.

Sedikit bergeming, jalan menuju Tinggi Raja ternyata cukup sulit dan menantang ditambah membanjirnya pengunjung dari kota Medan dan dari daerah lain untuk melihat dan menyaksikan kawasan hutan Tinggi Raja yang menjadi pusat perhatian akhir-akhir ini. Kabarnya, daerah wisata yang satu ini bisa disandingkan dengan Ciwidei di Jawa Barat. Rasa penasaran jmengantarkan kami untuk mengexplore pariwisata Sumatera Utara.



Namun pemerintah setempat sepertinya kurang tanggap akan keberadaan Kawah Putih Tinggi Raja. Banyaknya oknum-oknum tak bertanggung jawab seolah menjadi penguasa diantara penguasa. Mereka meminta uang sebagai retribusi (katanya) dan ada juga terang-terangan berkata “Uang Keamanan”. Selama perjalanan dari gerbang desa menuju Tinggi Raja, saya masih mengingat sekali kami sampai mengeluarkan uang sebanyak tiga kali. Dari kesemua itu uang yang pertama kami keluarkan adalah uang yang masih membuat saya bingung sampai detik ini. Kok bisa ya organisasi kepemudaan berbaju kuning tua bergaris loreng mengaku ngaku sebagai penduduk setempat meminta-minta uang keamanan layaknya pengemis. Ah………………

Kembali tentang perjalanan.
Sesampainya didesa terakhir menuju daerah wisata kami segera turun dari mobil dan berlomba-lomba melangkahkan kaki. Sekitar 300 meter kemudian setelah melewati tumbuhan yang jarang saya lihat dihutan kami mulai melihat sebuah bukit putih. And this what we run for, Kawah Putih Tinggi Raja.
Gerah menghampiri, mungkin akibat pengaruh belerang disekitar lokasi. Namun kami tetap bersemangat meski kaki terasa penat minta istirahat. Selang beberapa waktu kemudian saya berhenti dan melihat keajaiban tersembunyi di Sumatera Utara. Sebuah danau berwarna biru muda, mengepulkan asap belerang, diselingi tetumbuhan purbakala dan begitu eksotis.

Ratusan orang terlihat hilir mudik, mereka sama seperti kami, pengunjung. Keindahan alam yang disuguhkan lantas membuat tangan ingin segera mengabdikannya dalam bentuk foto. Senda gurau dan tawa gelak tak jarang terdengar, maklumlah karena kebanyakan pengunjung kawah putih selalu berbentuk rombongan. Hal tersebut disebabkan oleh akses dan rute yang lumayan sulit ditambah sarana dan prasarana yang masih jauh dari harapan. Selain itu Kawah Putih Tinggi Raja juga baru terkenal beberapa tahun terakhir sehingga masih ada rasa takut bila berkunjung hanya sendirian.

Diareal ini juga terdapat sungai belerang. Para pengunjung biasanya memanfaatkan keberadaaannya sebagai tempat melepas penat dan mandi-mandi setelah turun dari kawah putih. Suasana “back to nature” merebak, hijaunya alam perbukitan ditambah gemerisik air sungai semakin menghantarakan perasaan itu.

Puas menjelajah kawasan wisata Kawah Putih Tinggi Raja kami memutuskan untuk segera kembali ke kota Medan. Disepanjang perjalanan saya merasa ada sesuatu yang tertinggal disana…
Ya……… rasa rindu ingin kembali lagi. (Liputan Khusus: Antonius Naibaho )